Profesionalisme, sebuah kata yang sangat sering kita
dengar, istilah yang mewakili simbol kemajuan, modernitas dan
produktivitas. Sebagai seorang intelektual sekaligus profesional muslim,
adalah penting untuk memaknai istilah ini dengan kacamata ideologi
(Islam) yang komprehensif, agar profesionalisme yang kita lakukan tetap
dalam koridor kehidupan kita sebagai seorang muslim, dan bukannya
menjauhkan kita dari jalan hidup (Islam) yang sudah kita pilih dengan
penuh kesadaran ini.
Tulisan ini mencoba mengurai makna profesionalisme dalam masyarakat Kapitalisme dan menilainya dari sudut pandang Ideologi Islam
PROFESIONALISME DALAM MASYARAKAT KAPITALISME
1. Makna Etimologis
Istilah profesionalisme ini sudah menjadi semacam
ukuran dan tuntutan bagi semua bidang pekerjaan baik itu birokrasi
pemerintahan, dunia bisnis, perusahaan, bahkan juga dunia intelektual
yaitu guru dan dosen. Entah itu dalam penggunaan istilah yang mendalam
atau hanya sekedar latah saja.
Berbicara tentang makna Profesionalisme mengharuskan kita untuk
mengetahui terlebih dahulu pengertian profesi sebagai bentuk dasar kata
profesional tersebut. Menurut Volmer dan Mills, bahwa pada dasarnya
profesi adalah sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektual yang
diperoleh melalui studi dan training, bertujuan mensuplay keterampilan
melalui pelayanan dan bimbingan pada orang lain untuk mendapatkan
bayaran (fee) atau (salary) gaji.
Makna yang berkembang saat ini profesional berarti melakukan sesuatu
sebagai pekerjaan pokok, yang disebut profesi, artinya pekerjaan
tersebut bukan pengisi waktu luang atau sebagai hobi belaka. Sedangkan
profesionalisme adalah sifat-sifat (kemampuan, kemahiran, cara
pelaksanaan sesuatu dan lain-lain) sebagaimana yang sewajarnya terdapat
pada atau dilakukan oleh seorang profesional.
2. Makna Ideologis (Kapitalisme)
Adapun kalau kita ingin memaknainya dengan lebih mendalam dan
ideologis sebenarnya pemahaman profesionalisme yang berkembang saat ini
tidak lepas dari pengaruh diterapkannya Kapitalisme. Kapitalisme global
secara evolutif telah menggeser nilai-nilai sacral dalam ajaran agama
dan tradisi, sehingga menjadi instrumen bagi pembentukan gaya hidup
yang berorientasi pada kesenangan (leisure) dan kepuasan (gratification)
(Featherstone, 1988 : 63). Berbagai bidang kehidupan telah disatukan
dalam sebuah sistem kerja dan pola ketergantungan yang dijalankan sesuai
dengan prinsip-prinsip ekonomi. Konsep-konsep kehidupan yang telah
mapan dikaji ulang dan disesuaikan dengan standar nilai yang diciptakan
oleh kapitalisme.
Dalam Kapitalisme, nilai-nilai ekonomi sangat mempengaruhi sistem norma
dan hubungan-hubungan sosial, sehingga kehidupan secara perlahan
berubah menjadi suatu proses transaksi. Di dalam proses transaksi
tersebut, setiap orang menghitung ‘harga’ (cost) dan ‘kegunaan’
(benefit) dari setiap hubungan sosial dan praktek-praktek kehidupan yang
dijalani setiap hari.
Dalam tatanan masyarakat modern ala Kapitalisme, masyarakat telah terindividualisasikan secara khas berdasarkan profesinya dan individu masyarakat itu dipandang sebagai unit profesional
(Beyer, 1991: 378). Individu modern tersusun sebagai jaringan
spesialisasi peranan yang diberikan secara birokratis pada tingkat yang
sangat abstrak (Berger dkk, 1992 : 58). Pengacara, dokter, bankir,
karyawan pada pabrik mobil, atau pedagang adalah beberapa bentuk
spesialisasi individu sesuai dengan peran fungsionalnya. Pemisahan
peranan sosial tersebut mengakibatkan keretakan tata makna religius.
Oleh karena itu, masyarakat modern ala Kapitalisme adalah masyarakat
yang terspesialisasi dalam berbagai bidang kehidupan. Individu terbentuk
sebagai unit profesional dan meyakini sistem nilai
yang sesuai dengan bidangnya. Agama atau tradisi yang sebelumnya telah
memiliki sistem nilai yang mapan ditinjau kembali dan
dikontekstualisasikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing penganutnya.
Agama tidak lagi identik dengan keselamatan akherat, tetapi lebih
menguat dalam kehidupan riel yang terpilah-pilah sebagai wilayah
ekonomi, politik dan sosial budaya. Keadaan agama yang telah terreduksi
ke dalam wilayah-wilayah kehidupan praktis tersebut dikenal sebagai
‘sekularisasi’ (Pardoyo, 1993 : 19).
Dari paparan di atas sangat jelas bahwa masyarakat Kapitalis secara
khas mempraktekkan profesionalisme sebagai capaian puncak
individu-individunya yang memeluk Aqidah Sekulerisme, dimana
pemikiran-pemikiran mereka terpancar dari Aqidah tersebut, perasaan –
perasaan mereka dan perbuatan mereka menyatu dan memancar dari
pemikirannya tersebut. Serta sistem yang mereka terapkan untuk
memecahkan problematika mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar